Energi panas matahari (Solar Thermal Energy) ternyata dapat pula
digunakan untuk sistem pendingin. Prinsip kerja dar sistem ini
menggunakan sistem refrgerasi absorpsi.
Jika dibandingkan dengan sistem refrigerasi kompresi uap
(sistem yang umum digunakan saat ini), sistem refrigerasi absorpsi memang memiliki
koefisien kinerja (COP) yang jauh lebih rendah, namun sistem ini lebih unggul
jika energi panas tersedia secara gratis seperti panas matahari atau panas
buangan sistem lain (contoh: panas buangan pembangkit listrik).
Untuk memanfaatkan panas matahari pada sistem ini, energi panas
matahari harus diserap pada medium tertentu (biasanya dalam bentuk fluida) dengan
menggunakan solar collector, kemudian
energi panas ini ditransfer untuk digunakan pada generator. Medium yang
digunakan dapat berupa uap air panas (steam) atau air panas. Panas (kalor) yang
dimiliki oleh medium ini kemudian diberikan ke generator dengan menggunakan
penukar kalor (heat exchanger). Dengan memanfaatkan panas matahari, maka
energi listrik yang butuhkan hanyalah untuk keperluan pompa dimana konsumsi
energinya jauh lebih kecil dari pada kompresor pada sistem refrigerasi kompresi
uap.
Gambar
5. Sistem Refrigerasi Absorpsi menggunakan energi panas matahari
Pada gambar 5 terlihat siklus ABCD dan BCEF sama dengan
sistem refrigerasi absorpsi yang sebelumnya. Perbedaan disini hanyalah
memanfaatkan panas matahari untuk keperluan generatornya. Pemanfaatan panas
matahari ditunjukkan oleh siklus 1-2-3. Fluida (air) pada titik 1 dialirkan ke
solar thermal collector untuk menyerap energi panas. Setelah keluar dari solar
thermal collector, temperatur fluida tersebut menjadi tinggi (Titik 2).
Kemudian fuida ini dialirka generator untuk mentransferkan energi kalornya
dengan menggunakan penukaar kalor (haet exchanger).
Sistem Ammonia-air lebih rumit karena dapat mencapai
temperatur dibawah titik beku air, ini artinya perlu ada sistem yang menjaga
agar tidak ada uap air yang masuk ke dalam evaporator sehingga tidak terjadi
kristal es yang dapat menyumbat aliran. Disamping itu, temperatur generator
yang dibutuhkan cukup tinggi yaitu 95 – 125 oC. Kelebihan sistem ini
adalah dapat mencapai temperatur yang sangat rendah yaitu dibawah titik beku
air. Untuk sistem H2O-LiBr, generatornya dapat menggunakan temperatur yang
lebih rendah yaitu 70–90 oC dan memiliki koefisien kinerja (COP)
yang sedikit lebih baik dari pada sistem Ammonia-air. Namun kelemahannya adalah
temperatur pada evaporatornya tidak dapat kurang dari 5 oC.
Beberapa penelitian tentang pemanfaatan panas matahari untuk
keperluan sistem pendingin telah dilaporkan dalam jurnal. Salah satunya adalah dengan menggunakan solar sollector seluas 11 x 11 m2, sistem H2O-LiBr dapat
menghasilkan kapasitas pendinginan sebsesar 31 sampai dengan 72 kW.
Sumber : http://catatan-teknik.blogspot.com/2014/06/pemanfaatan-energi-panas-matahari.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar